Sunday, December 10, 2006

State of Fear


Fiksi
Judul: State of Fear
Penulis: Michael Crichton
Penerbit: Avon Books


“Hai,” sapa George Morton. “Saya biliuner kaya yang terlibat dalam berbagai proyek rahasia lingkungan hidup.”

“Dan saya pengacaranya,” ujar Peter Evans. “Walau di awal dialog saya sedikit, tapi saya adalah tokoh utamanya.”

George menghilang. Peter mencarinya. Dan dua kali hampir mati.

“Jangan khawatir,” kata John Kenner. “Di saat penting, aku pasti muncul untuk menyelamatkan situasi.”

“Kamu siapa?” tanya Peter.

“Aku agen rahasia pemerintah untuk melawan organisasi rahasia yang ingin mengakibatkan bencana alam berskala besar.”

Peter mengerutkan kening. “Saking rahasianya sehingga minim tenaga dan harus mengandalkan bantuan orang sipil seperti aku dan George?”

“Kira-kira begitu lah,” aku Kenner sambil menembak mati beberapa musuh.

“Jangan lupakan aku,” Sarah muncul. “Sekretaris cantik serbabisa berkaki jenjang.” Ia menembak mati seorang musuh. “Dan melengkapi elemen cerita agar bisa dijadikan skenario film Hollywood.” Ia menoleh ke arah Peter. “Oh, ya, ngomong-ngomong, George mati.”

“Oke,” kata Peter sambil turun dari pesawat. “Ada yang bisa memberiku alasan logis kenapa aku tetap ikut bersama kalian ke pulau terpencil ini, yang penuh dengan kanibal, pemberontak bersenjata, dan nyamuk malaria?”

Sarah mengangkat alis, “Tadi aku udah bilang belum mengenai diriku berkaki jenjang?”

“Jangan khawatir tentang nyamuk,” kibas Kenner. “Mereka bahaya jangka panjang. Pembaca hanya peduli bahaya jangka pendek.”

“Seperti itu?” tunjuk Peter kepada barisan mesin pembangkit tsunami.

“Ya,” angguk John. “Kau sedang cedera dan nggak pernah mendapatkan pelatihan militer, kan?”

“Belum pernah sama sekali,” geleng Peter.

“Oke, kau ambil alih satu generator.” John segera membunuh penjaga generator lainnya.

“Terlambat!” teriak Peter. “Mereka sudah sempat menyalakannya!”

“Celaka!” teriak George Morton. “Telepon CNN! Tunda siaran cuaca! Dan hubungi pialang sahamku juga. Jual semua saham hotel di pinggiran pantai!”

“George!” Peter berseru. “Kau masih hidup! Mari berlari ke dataran tinggi sebelum tsunami datang!”

“Oke!” sambut George. “Jangan lupa untuk membiarkan air di belakang kita setidaknya lima meter. Itu efeknya lebih tegang.”

Mereka selamat dan menyaksikan air laut yang mengganas. “Melihat semua ini membuatku menyadari sesuatu,” kata George.

“Bahwa banyak spekulasi tentang lingkungan hidup yang disesatkan sebagai informasi?” tanya Sarah.

“Bahwa kedua sisi—baik perusak maupun pelindung lingkungan—memiliki agenda?” tanya Peter.

"Bukan," geleng Morton. “Bahkan salah satu bencana alam terbesar di dunia pun bisa jadi ajang promosi novel.”

2 comments:

the rainmaker said...

menurut sayah,kalo ringkasannya seperti ini kurang memberi gambaran tentang isi bukunya.Sayah beli novel ini dan merasa kurang sesuai dengan ringkasannya.Ini menurut sayah lho.Atau mungkin sayah terlalu serius yah ?

Anonymous said...

bung, saat ini saya sedang membaca hampir 2/3 dr novel nya (terjemahahan ke dalam bahasa indonesia), dan menurut saya, resensi anda cukup lucu dan menghibur, tidak lebih.