Showing posts with label fiksi pop. Show all posts
Showing posts with label fiksi pop. Show all posts

Monday, December 4, 2006

Koq Putusin Gue?


Fiksi
Judul: Koq Putusin Gue?
Penulis: Ninit Yunita
Penerbit: Gagas Media


"Gue menanti-nanti kejutan yang akan dibuat pacarku," ucap Maya. "Kami kan sudah jadian setahun."

"Kejutan!" seru Hari. "Kita putus, yuk?"

"Kenapa?" tanya Maya.

"Aku pengin kita temenan aja," jawab Hari.

"Oh, cewek lain," Maya menyingsingkan lengan baju. "Kalau gitu gue dendam deh."

"Emang kalau dendam mau ngapain?" tanya temannya, Rini.

"Gue akan menggunakan strategi Sun Tzu!" tegas Maya.

"Mengempeskan ban mobil?" tanya Rini. "Bagian dari mananya Sun Tzu tuh?"

Maya menatap temannya tajam, "Bab XVII: Jangan pertanyakan kedangkalan tokoh fiksi."

"Terserah," Rini mengangkat bahu. "Tapi suatu saat elo harus menyadari bahwa lebih baik merelakannya saja."

Dan Maya pun merelakannya.

Saturday, December 2, 2006

Love At First Fall


Fiksi
Judul: Love at First Fall
Penulis: Primadonna Angela
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Aku Wulandari. Cewek tomboy stereotipikal yang bisa menang berkelahi melawan lelaki. Agar tidak terlalu stereotipikal, aku akan meracau tentang banyak hal.

Namun intinya: Aku senang Kevin. Ditunangkan oleh Kevin. Kevin tidak menganggapnya serius. Kalau gitu, aku juga nggak dong.

Pergi ke Den Haag aaah.

“Halo, Ndari!” sambut cowok bule ganteng di Den Haag. “Aku Steve, bule yang bisa berbahasa Indonesia kaku supaya dialog di buku ini tidak terlalu banyak dicetak miring,” sapanya. “Ngomong-ngomong cetak miring, I love you.”

Oke, ini pembelokan plot yang cukup penting. Kalau gitu, aku akan meracau lagi selama beberapa puluh halaman.

Main dengan Steve. Kepergok Kevin. Dia marah besar. Di saat seperti ini, aku harus bertindak seperti tipikal cewek tomboy mandiri: bingung. Kenapa marah, ya? Dan sebenarnya, perasaanku bagaimana ke Steve dan Kevin? Ini dua pertanyaan yang juga sangat penting. Karena itu aku harus menggunakan cara paling logis untuk menemukannya.

Bungee jumping aaah.

Oke, ternyata aku suka Steve. Lho, Kevin ternyata suka aku. Ngomong dong. Sekarang dah telat. Dadah. Saatnya untuk Ndari sang cewek mandiri untuk datang ke tempat Steve dan menyatakan perasaannya.

Hmm. Yang ada cuman teman lakinya. Dan kebetulan ingin memperkosaku. Sial juga. Tapi jadi untung kok karena Steve datang. Hore!

Happy ending aaah.

Thursday, November 9, 2006

Cewek!!!


(untunglah) Fiksi
Judul: Cewek!!!
Penulis: Esti Kinasih
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

"Gue cewek keras kepala yang mendukung emansipasi wanita," ujar Langen.

"Gua cewek manis yang sebenarnya berjiwa pemberontak," ucap Fani.

"Saya wanita ayu yang masih berdarah ningrat," ujar Febi.

"Kami adalah para pacar yang akan mengesalkan mereka dengan lebih sering naik gunung daripada ngajak mereka kencan," ujar Rei, Bima, dan Rangga.

"Aku Stella yang supergenit," tukas seorang cewek. "Dan aku Josephine yang berbodi yahud," senggol seorang lagi. "Tanpa alasan karakterisasi yang jelas, kami akan naik gunung juga."

"Akan kami temani!" seru Rei, Bima, dan Rangga. "Karena cewek mana bisa lah naik gunung?"

Langen, Fani, dan Febi pun menyusun rencana, "Kita akan tersinggung, menantang cowok-cowok kita balapan mendaki ke puncak gunung, menang, dan memaksa mereka tanda tangan perjanjian untuk melakukan apa saja yang kita mau."

"Sepertinya ada yang kurang di rencana itu," pikir Febi.

"Febi," tegur Fani. "Kau kan wanita ayu. Jangan pikirkan hal kecil seperti kita nggak pernah pengalaman naik gunung dan mereka sudah terbiasa."

"Kami akan menerima, karena kami stereotipe cowok yang memandang rendah cewek," tawa Rei, Bima, dan Rangga. "Kami sendiri heran kenapa mereka masih mau sama kami."

Fani memandang puncak gunung nun jauh di sana dengan terengah-engah, "Kita bakal kalah, Langen."

"Jangan khawatir," Langen menenangkan, "aku ada rencana."

"Terakhir kali saya mendengarkan rencanamu, saya harus mendaki jalan terjal berbatuan sejauh puluhan kilometer," ujar Febi.

"Febi," Fani mengingatkan. "Jangan lupa, kamu wanita ayu."

"Rencana ini berbeda," angguk Langen. "Ini adalah rencana yang akan menekankan salah satu pesan moral buku ini, bahwa kekuatan otot tidak akan menang jika tidak diimbangi kekuatan otak!"

"Matilah kita," keluh Febi.

"Wanita ayu, wanita ayu," ulang Fani sebelum menoleh ke arah Langen. "Dan rencananya adalah...?"

"Kita akan mempertontonkan tubuh kita dengan baju seminim mungkin dalam suhu superdingin!" seru Langen. "Saat rombongan cowok lain curi-curi lihat, para cowok kita pasti nggak rela dan bisa kita paksa untuk menandatangani perjanjian."

"Oh, untunglah," Febi menghela napas lega. "Saya tadinya takut kalau saya harus melakukan hal yang merendahkan martabat saya sebagai wanita."

Mereka melakukannya dan BERHASIL!

"Sekarang kita tahu kenapa mereka masih mau sama kita," ujar Rei kepada Bima dan Rangga. "Karena cowok lain akan membiarkan mereka mati kena radang paru-paru."

"Ya, cowok lain masih waras," angguk Bima dan Rangga.

Tuesday, November 7, 2006

My Two Lovers


Fiksi
Judul: My Two Lovers
Penulis: Syafrina Siregar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


“Aku Nena,” ujar sang tokoh utama. “Wanita dengan tubuh dan pancaindera yang berfungsi baik dan sempurna.” Nena menggeleng-geleng, “Sayangnya otak bukan satu di antaranya.”

“Aku mencintaimu, Nena,” sela rekan sekantornya Deni. “Walau selama ini aku berusaha menarik perhatianmu dengan cara berkencan dengan banyak wanita dan menyuruh mereka berteriak ‘Harder! Harder!’ selagi—ehem—foreplay.”

“Maksudmu ML?” selidik Nena.

“Tidak ada penetrasi!” protes Deni. “Jadi sah-sah saja kalau kamu masih mau mencintaiku. Tidak ada pertentangan moral!”

“Betul juga,” angguk Nena. “Oh, tapi aku mencintai Rasheed. Walau ia selalu mengejekku, menggantung status kami, dan mengirim kabar sudah mau menikah dengan orang lain.”

“Tapi itu kan bohong!” protes Rasheed. “Aku menyesal kok. Jadi sah-sah saja kalau kamu masih mau mencintaiku. Tidak ada pertentangan emosi!”

“Betul juga,” angguk Nena. “Oh, tapi aku mau ke Paris.”

“Lho,” tanya Deni. “Kita bukannya mau menikah?”

“Ya, nggak jadi, lah,” jawab Nena. “Tapi agar aku tidak terdengar kejam, aku akan mengirimkan surat permintaan maaf yang dibungai justifikasi puitis. Tentunya kau akan mengerti.”

“Tentu saja,” jawab surat balasan Deni.

Thank God bukan hanya aku yang otaknya nggak berfungsi di sini,” senyum Rine. “Kau juga mengerti kan, Rasheed?” kirimnya dalam email.

“Oh, ya!” balas SMS Rasheed. “Dan aku juga akan mencintaimu terus dengan cinta yang nyaris menghilangkan akal sehatku.”

Nena mendengus, “Nyaris?"