Monday, November 27, 2006

Keong Ajaib (The Conch Bearer)


Fiksi (terjemahan)
Judul Asli: The Conch Bearer
Penulis: Chitra Banerjee Divakaruni
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


“Aku Anand,” ujar sang tokoh utama. “Tokoh utama berumur dua belas tahun—usia yang cocok untuk memercayai hal-hal ajaib dengan mudah. Untuk mendemonstrasikan kebaikan hatiku, aku akan memberikan jatah makanan dan minumanku kepada seorang kakek tua lusuh.”

“Terima kasih, Anand,” sambut sang kakek tua lusuh. “Tapi aku sebenarnya orang sakti. Dan aku memiliki pekerjaan yang sangat penting bagimu.”

“Pekerjaan apa?” tanya Anand.

Sang Kakek mengeluarkan sesuatu, “Membawa keong ini.”

“Keong? Untuk apa,” lirik Anand setengah hati.

“Maaf,” ralat sang kakek. “Keong ajaib ini.”

“Oh, tentu saja!” terima Anand dengan suka hati. “Kenapa tidak?”

Mereka berdua pun berangkat. Dan dihadang oleh para pengikut Surabhanu.

“Surabhanu itu siapa sih?” tanya Anand.

“Hush!” desis sang kakek. “Jangan ucapkan namanya! Itu akan--”

“Baru saja kulakukan,” potong Anand.

“Kalau gitu, kita harus lari!” sang kakek menarik Anand berlari, hanya untuk bertemu Surabhanu. “Terlambat! Aku terpaksa bertarung dengan gaya surealis!”

Mereka terpisah.

“Aku sendirian,” keluh Anand.

“Lho, kan ada aku,” ujar Nisha.

Anand melirik kesal, “Kamu hanya tokoh pendamping.”

Nisha tersadar, “Oh, iya.”

“Kau tidak sendirian, Anand,” ujar Keong.

Anand memegang Keong. “Dari mana aku tahu kalau kau benar-benar nyata dan bukan karena aku mulai gila?”

“Gila sampai berbicara sendiri bukan plot untuk tokoh berusia dua belas tahun,” kata Keong dengan bijak.

“Kau benar! Berarti kau memang nyata!”

Surabhanu muncul dalam bentuk hantu. “Aku mulai bosan mendengar dialog ini dan memutuskan untuk membunuhmu sekarang.”

“Kau tahu kan, kalau bakal gagal?” Anand menunjukkan perubahan tokohnya menjadi dewasa dengan melontarkan retorika.

“Iya,” angguk Surabhanu. “Itulah nasib jadi tokoh jahat. Oke, aku akan menggunakan sihirku untuk membujukmu memberikan keong itu.”

“Itu juga bakal gagal,” tukas Keong, memberikan bantuan.

“Sial!” maki Surabhanu. “Ya sudah. Sampai jumpa di buku berikutnya, kalau yang pertama ini cukup laku!” teriak Surabhanu sambil menghilang.

“Hore!” seru Anand. “Kita sampai di tempat tujuan!”

“Selamat datang, Anand!” sambut para penjaga. Untuk menghormati jasa-jasamu, kami memberikanmu dua pilihan: “Kami hapus ingatanmu tentang tempat ini atau kami hapus ingatan orangtuamu tentang kamu.”

“Aku memilih,” Anand berpikir lama sebelum akhirnya mengatakan, “yang kemungkinan sekuelnya paling besar.”

Wednesday, November 22, 2006

Bertanya atau Mati!


Nonfiksi
Judul: Bertanya atau Mati!
Penulis: Isman H. Suryaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


"Entah bagaimana, keponakanku Karina bisa secara naluriah mengetahui barang mana saja yang tidak boleh dimasukkan ke dalam mulut, dan mengincarnya," tulis sang buku. "Jika saja ada kelas bayi yang mengajarkan mana yang bisa dimakan dan mana yang tidak, jangan-jangan Karina akan mencoba menelan gurunya."

"Haha!" tawa sang pembaca.

"Hah?" ujar temannya, menggaruk kepala.

"Lantas, ada pula gulat, cabang olahraga yang sangat mencerminkan dunia kerja," tulis sang buku dalam esai lain. "Saat masih dalam lingkup amatir, seorang pegulat akan berusaha mati-matian untuk membanting dan mengunci setiap lawan demi meraih prestasi. Tapi begitu menginjak dunia profesional dan dibayar, ia hanya pura-pura bertarung."

"Haha!" tawa sang pembaca.

"Lucunya di mana sih?" tanya teman sang pembaca.

"Nggak ngerti," geleng sang pembaca. "Daripada dikira nggak bisa nangkep."

"...buku humor yang mengajak Anda tertawa dan berpikir," tulis Isman di blognya.

"Tertawa atau berpikir kali, ya?" ujar sang pembaca.

Monday, November 20, 2006

Jomblo


Fiksi
Judul: Jomblo (Sebuah Komedi Cinta)
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: Gagas Media


"Saya jomblo karena keraguan," ujar Olip. Dan ia (akhirnya) ditolak pada usaha pertama.

"Gue jomblo karena pilihan," ujar Doni. Dan ia meniduri cewek yang ditaksir Olip.

"Gua jomblo karena kelakuan," ujar Bimo. Dan ia ditolak pada pandangan pertama.

"Guah jomblo karena ketidaklakuan," ujar Agus. Tapi ia bohong.

Status jomblo bertahun-tahun: Hancur.

Agus memacari dua cewek sekaligus. "Saatnya bagiku untuk berteori tentang cewek," ujar Agus. Doni, Bimo, dan fantasi Olip mendukung dengan bergantian jadi comic relief.

"Susah ya, setia ke cewek yang nyusahin?" keluh Agus, merangkul selingkuhannya. "Ngomong-ngomong, Agus udah jadian lho."

"Oke," angguk sang selingkuhan, "kalau gitu gua mau ke kamar mandi dulu dan nangis, siapa tahu ada cewek lain yang bernasib serupa di sana."

"Hai," sapa seorang cewek di dalam kamar mandi. "Gue baru kehilangan keperawanan ama cowok. Kira-kira masalah elo serupa nggak?"

"Awalnya emang gua bukan perawan, sih, tapi sama, lah. Cowok emang berengsek!"

"Iya, tapi gue jatuh cinta kepada si berengsek itu," ujar sang cewek dalam kamar mandi.

"Sama," angguk sang selingkuhan. "Yuk ah, dadah."

"Gus, temenin gua menghancurkan persahabatan kita dong," ajak Doni. "Gua mau ngomong ke Olip, nih, kalau cewek yang ia taksir jadian ama gua."

"Oke," angguk Agus. "Supaya nggak mencolok, gimana kalau kita ngomongnya di tengah lapangan basket?"

Persahabatan bertahun-tahun: Hancur.

"Neng," sapa Agus kepada pacarnya. "Aa mau put..."

"Ngomong-ngomong, Aa," potong pacarnya, "ini saat yang tepat nggak bagi saya untuk menunjukkan kedewasaan diri?"

"Tepat banget," angguk Agus. "Aa jadi nggak bisa mutusin." Agus pun pergi dan memutuskan selingkuhannya dengan justifikasi diri.

"Bentar, bentar," tahan Agus. "Harus ada romantisasi di sini." Ia berpikir, "Dan dia pun tak pernah terlihat secantik ini."

Akal sehat bertahun-tahun: Hancur.

Tuesday, November 14, 2006

Kokology


Nonfiksi (terjemahan)
Judul: Kokology (Game Praktis Menggali Potensi Anda)
Penulis: Tadahiko Nagao dan Isamu Saito
Penerbit: Delapratasa


“Saat malam natal, Anda datang bersama teman-teman,” tulis sang buku. ”Seseorang mengenakan jas kuning, dan seorang lagi mengenakan jas biru. Siapa saja mereka?”

”Aku sendiri!” seru sang pembaca. ”Aku mengenakan dua jaket sekaligus.”

”Yang mengenakan jas kuning adalah orang yang Anda sukai. Dan yang biru adalah yang membuat Anda bersikap dingin,” jelas sang buku.

”Wow! Berarti aku suka dan dingin terhadap diriku sendiri. Dalem banget!”

”Hebat, kan? Dan masih ada banyak lagi dalam diriku!” promo sang buku.

”Horee!” seru sang pembaca. ”Bagus juga buat forward-forward email atau bulletin board Friendster.”

Sang buku mendehem dan menunjuk pasal tentang hak cipta.

“Selamat datang di Indonesia,” sambut sang pembaca.

Friday, November 10, 2006

Artemis Fowl


Fiksi (terjemahan)
Judul asli: Artemis Fowl
Penulis: Eoin Colfer
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Artemis Fowl bertekad, "Aku akan mengembalikan kejayaan keluargaku!" Dan dia menyusun siasat.

Butler bersumpah, "Aku akan melindungi Master Fowl hingga mati!" Dan dia mati. (Walau tidak secepat itu.)

Holly menegaskan, "Aku adalah peri LEPRecon yang hebat! Jangan remehkan aku hanya karena aku perempuan." Dan dia diculik oleh Artemis Fowl. (Ya, secepat itu).

"Mari gunakan teknologi kita yang jauh lebih canggih untuk membebaskan rekan kita!" seru pasukan LEPRecon seraya menyerbu mansion Fowl. Dan mereka gagal. (Bahkan jauh lebih cepat.)

"Selubungi mansion dengan medan waktu!" perintah Komandan Root.

"Lepaskan Troll!" perintah tokoh jahat yang perlu ada agar Artemis Fowl tidak terlihat terlalu jahat.

"Troll!?" protes Komandan Root. "Ada petugasku di dalam sana. Kau tahu apa artinya itu?"

Sang tokoh jahat menggaruk dagunya. "Peluang plot untuk beralih agar manusia dan peri bekerja sama?" Dan ia benar.

Butler ditusuk Troll dan (hampir) mati. Holly menyembuhkannya dan pingsan dihantam Troll. Butler yang pulih balik menendang pantat Minotaur (secara harfiah).

"Oke, kau menang," ujar Komandan Root "Kami berikan tebusan emas satu ton." Ia memberikannya. "Sebagai bonus, kami jatuhkan bom biologis."

"Oh, kami punya cara untuk bertahan hidup," kata Fowl tenang. Dan ia benar.

Holly merengut, "Jelaskan sekali lagi, Komandan, kenapa bisa ada aturan bahwa jika kita gagal membunuh manusia yang merampok kita, mereka jadi bebas memiliki emas peri?"

Komandan Root menunjuk buku peri, "Deus ex machina."

Thursday, November 9, 2006

Cewek!!!


(untunglah) Fiksi
Judul: Cewek!!!
Penulis: Esti Kinasih
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

"Gue cewek keras kepala yang mendukung emansipasi wanita," ujar Langen.

"Gua cewek manis yang sebenarnya berjiwa pemberontak," ucap Fani.

"Saya wanita ayu yang masih berdarah ningrat," ujar Febi.

"Kami adalah para pacar yang akan mengesalkan mereka dengan lebih sering naik gunung daripada ngajak mereka kencan," ujar Rei, Bima, dan Rangga.

"Aku Stella yang supergenit," tukas seorang cewek. "Dan aku Josephine yang berbodi yahud," senggol seorang lagi. "Tanpa alasan karakterisasi yang jelas, kami akan naik gunung juga."

"Akan kami temani!" seru Rei, Bima, dan Rangga. "Karena cewek mana bisa lah naik gunung?"

Langen, Fani, dan Febi pun menyusun rencana, "Kita akan tersinggung, menantang cowok-cowok kita balapan mendaki ke puncak gunung, menang, dan memaksa mereka tanda tangan perjanjian untuk melakukan apa saja yang kita mau."

"Sepertinya ada yang kurang di rencana itu," pikir Febi.

"Febi," tegur Fani. "Kau kan wanita ayu. Jangan pikirkan hal kecil seperti kita nggak pernah pengalaman naik gunung dan mereka sudah terbiasa."

"Kami akan menerima, karena kami stereotipe cowok yang memandang rendah cewek," tawa Rei, Bima, dan Rangga. "Kami sendiri heran kenapa mereka masih mau sama kami."

Fani memandang puncak gunung nun jauh di sana dengan terengah-engah, "Kita bakal kalah, Langen."

"Jangan khawatir," Langen menenangkan, "aku ada rencana."

"Terakhir kali saya mendengarkan rencanamu, saya harus mendaki jalan terjal berbatuan sejauh puluhan kilometer," ujar Febi.

"Febi," Fani mengingatkan. "Jangan lupa, kamu wanita ayu."

"Rencana ini berbeda," angguk Langen. "Ini adalah rencana yang akan menekankan salah satu pesan moral buku ini, bahwa kekuatan otot tidak akan menang jika tidak diimbangi kekuatan otak!"

"Matilah kita," keluh Febi.

"Wanita ayu, wanita ayu," ulang Fani sebelum menoleh ke arah Langen. "Dan rencananya adalah...?"

"Kita akan mempertontonkan tubuh kita dengan baju seminim mungkin dalam suhu superdingin!" seru Langen. "Saat rombongan cowok lain curi-curi lihat, para cowok kita pasti nggak rela dan bisa kita paksa untuk menandatangani perjanjian."

"Oh, untunglah," Febi menghela napas lega. "Saya tadinya takut kalau saya harus melakukan hal yang merendahkan martabat saya sebagai wanita."

Mereka melakukannya dan BERHASIL!

"Sekarang kita tahu kenapa mereka masih mau sama kita," ujar Rei kepada Bima dan Rangga. "Karena cowok lain akan membiarkan mereka mati kena radang paru-paru."

"Ya, cowok lain masih waras," angguk Bima dan Rangga.

Tuesday, November 7, 2006

My Two Lovers


Fiksi
Judul: My Two Lovers
Penulis: Syafrina Siregar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


“Aku Nena,” ujar sang tokoh utama. “Wanita dengan tubuh dan pancaindera yang berfungsi baik dan sempurna.” Nena menggeleng-geleng, “Sayangnya otak bukan satu di antaranya.”

“Aku mencintaimu, Nena,” sela rekan sekantornya Deni. “Walau selama ini aku berusaha menarik perhatianmu dengan cara berkencan dengan banyak wanita dan menyuruh mereka berteriak ‘Harder! Harder!’ selagi—ehem—foreplay.”

“Maksudmu ML?” selidik Nena.

“Tidak ada penetrasi!” protes Deni. “Jadi sah-sah saja kalau kamu masih mau mencintaiku. Tidak ada pertentangan moral!”

“Betul juga,” angguk Nena. “Oh, tapi aku mencintai Rasheed. Walau ia selalu mengejekku, menggantung status kami, dan mengirim kabar sudah mau menikah dengan orang lain.”

“Tapi itu kan bohong!” protes Rasheed. “Aku menyesal kok. Jadi sah-sah saja kalau kamu masih mau mencintaiku. Tidak ada pertentangan emosi!”

“Betul juga,” angguk Nena. “Oh, tapi aku mau ke Paris.”

“Lho,” tanya Deni. “Kita bukannya mau menikah?”

“Ya, nggak jadi, lah,” jawab Nena. “Tapi agar aku tidak terdengar kejam, aku akan mengirimkan surat permintaan maaf yang dibungai justifikasi puitis. Tentunya kau akan mengerti.”

“Tentu saja,” jawab surat balasan Deni.

Thank God bukan hanya aku yang otaknya nggak berfungsi di sini,” senyum Rine. “Kau juga mengerti kan, Rasheed?” kirimnya dalam email.

“Oh, ya!” balas SMS Rasheed. “Dan aku juga akan mencintaimu terus dengan cinta yang nyaris menghilangkan akal sehatku.”

Nena mendengus, “Nyaris?"

Wednesday, November 1, 2006

Be a Writer, Be a Celebrity


Nonfiksi
Judul: Be a Writer, Be a Celebrity (The secrets of best-seller novels)
Penulis: Andrei Aksana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Concentrate on Start and Ending,” tulis Andrei Aksana dalam kertas kuning.

“Nasihat yang bagus,” angguk sang pembaca. “Lantas, apa ada teknik atau pengalaman Anda yang bisa bermanfaat bagi saya?”

I will share the secret!” tulis Andrei, memenuhi satu halaman merah muda.

“Dan itu adalah…?”

Be creative!” tulisnya lagi dalam halaman lain.

“Iya, iya,” ujar sang pembaca, “gimana kreatifnya?”

“SABAR!” satu kata itu kini memenuhi satu halaman kuning sendiri.

Sang pembaca menghela napas. ”Entah kenapa, aku merasa lima puluh ribu untuk buku ini terlalu berlebihan.”

Thank you!” tutup Andrei.

“Buku sederhana ini adalah hadiah terindah untuk para (calon) penulis Indonesia,” dukung Clara Ng di sampul belakang buku.

“Aku sih lebih suka hadiah yang berguna,” ujar seorang (calon) penulis Indonesia.