Saturday, January 13, 2007

Love Me Better!

Subjudul: Kisah Nyata Seorang Wanita yang Terperangkap Kekerasan dalam Rumah Tangga
Nonfiksi (terjemahan--komik)
Pengarang: Rosalind B. Penfold (nama samaran)
Judul asli: Dragonslippers: This Is What an Abusive Relationship Looks Like
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


“Aku Roz,” ucap sang tokoh utama, “eksekutif berusia 35 tahun dengan bisnis sendiri yang begitu sukses, sehingga mendapatkan penghargaan Woman of The Year tahun 1990.”

“Dan aku Brian,” ujar sang pria gemuk berambut jarang. “Duda dan ayah empat anak yang akan begitu memanjakan Roz dengan perhatian.”

“Dia cowok paling hebat di dunia!” seru Roz.

“Kami juga butuh perhatian dan kasih sayang,” kata keempat anak Brian.

“Tentu saja Sayang-sayangku,” rangkul Roz.

Agenda Roz pun dipenuhi kegiatan bersama Brian dan anak-anaknya. Brian melompati pagar demi memeluk Roz. Menari-nari di atas meja. Dan mengajak Roz bersenang-senang dengan penuh gairah.

“Maukah kamu menikah denganku?” lamar Brian.

“Aku mencintaimu, tapi ini terlalu cepat,” tolak Roz.

“Kalau begitu, aku akan mengajakmu berbulan madu setiap tahun hingga kamu bilang ‘Ya!’” tegas Brian. “Karena aku takkan melepaskanmu, Roz,” lanjutnya kemudian.

Para pembaca komik ini yang familier dengan plot-plot Stephen King langsung berteriak, “Tinggalkan dia!”

Tapi tentu saja Roz tidak mendengarkan. Brian mengasari Roz. Roz sakit hati dan menangis. Besok paginya Brian meminta maaf.

“Aku takkan mengulanginya, lagi. Percayalah!” ujar Brian.

“Dia bohong!” jerit para pembaca.

Tapi Roz percaya dan leleh kembali. Kembali ke langkah awal: dan tingkat kekasaran meningkat. Mengatai Roz pelacur, menghancurkan barang-barang, mengusirnya. Hingga Roz mendapati bahwa Brian juga tidur dengan wanita lain. Termasuk mantan pengasuh anak-anaknya.

“Apa yang salah dariku?” tanya Roz dalam kebimbangan. “Aku harus berusaha lebih keras!”

Justru siksaan batin yang menjadi lebih keras. Teman-temannya memperingatinya untuk meninggalkan Brian. Ia tidak mendengar. Orangtuanya melakukan hal yang sama. Ia tidak mendengar. “Aku harus berusaha lebih keras,” ulangnya kepada diri sendiri. “Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak.”

Beberapa pembaca menutup buku ini karena tidak tahan. Sebagian besar langsung melompat ke akhir buku agar segera tamat dengan bahagia. Hanya sedikit yang tetap membaca. Karena mereka tahu, bahwa ini nyata.

Siksaan batin. Siksaan batin. Siksaan batin. Roz meninggalkan Brian.

“Horeee!” seru para pembaca yang bertahan.

Namun saat Brian berlutut meminta maaf, Roz pun kembali ke rangkulannya.

“Aaaagggh,” keluh para pembaca.

Hingga akhirnya Roz menyadari kalau hubungan mereka tidak sehat. Karena ketidakpastian, cinta baginya menjadi kebutuhan yang harus ia perjuangkan. Roz pun meninggalkan Brian. Dan ia kembali hidup bahagia. “Kabarnya Brian sudah memiliki kekasih baru,” ujar Roz kepada psikiaternya. “Aku dengar kabar kalau wanita itu cantik dan mandiri.”

Psikiater menatap Roz, “Aku dengar, kamu juga begitu.”

“Siapa pun yang membaca komik ini lebih dari dua kali,” kata Sang Pembaca sambil bergidik, “adalah kandidat korban hubungan abusif.”

Friday, January 12, 2007

Palestina: Duka Orang-orang Terusir 1 & 2


Nonfiksi (terjemahan--komik)
Pengarang: Joe Sacco
Judul asli: Palestine
Penerbit: Dar! Mizan


Joe Sacco mencapai satu daerah. Teman kontaknya menghubungkan dia dengan orang-orang setempat. Mereka bercerita tentang penderitaan yang mereka alami dan kekejaman tentara Israel.

“Lantas, apa yang bisa kamu lakukan untuk kami?” tanya salah seorang anggota keluarga yang sinis.

Joe Sacco tidak bisa menjawabnya.

Ia kemudian berpindah ke daerah lain. Menemui kontak baru. Keluarga baru. Cerita serupa. Kadang sambutan hangat. Kadang dingin. Kadang diwarnai konflik. Namun, diakhiri pertanyaan, ataupun harapan serupa.

“Ceritakan kepada dunia apa yang sebenarnya terjadi di sini!” pinta seorang nenek yang kehilangan cucu dan anaknya.

Joe Sacco hanya bisa terdiam.

Terakhir, ia berjalan bersama wanita-wanita Israel. Mereka menyukainya. Namun membencinya saat berbicara konflik. Semua orang bosan konflik. Semua orang ingin damai. Tapi semua orang capai mengharapkan damai.

Joe Sacco pun pindah ke suatu daerah lain. Bertemu kontak baru. Dan ia mendengarkan cerita. Cerita-cerita yang hanya bisa ia sebarkan secara jelas, dalam bentuk komik.

Thursday, January 11, 2007

Kartun Riwayat Peradaban Jilid II

Nonfiksi (terjemahan--komik)
Kartun Riwayat Peradaban Jilid II, Bab 8-13: Dari Berseminya Cina Hingga Rontoknya Romawi
Pengarang: Larry Gonick
Judul asli: The Cartoon History of the Universe, Volumes 8-13
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia


India menjadi awal untuk satu fondasi lagi dalam riwayat peradaban: agama.

“Dengan agama, kita mendapatkan pencerahan!” ujar para brahma.

“Dengan agama, kita memahami jalan!” ulang para pengikutnya.

“Dengan agama, kita mendapatkan justifikasi untuk membantai orang-orang yang kita sebut kafir!” seru seseorang di tengah-tengah kerumunan.

“Heh, giliran kamu di Jilidi III!” hardik yang lain.

“Ya,” tukas Yao Shun. “Buku ini lebih fokus pada sejarah pembantaian orang-orang yang tidak sepakat dengan kebijaksanaan keluarga.”

Darah tumpah ruah. Kepala bergelimpangan. (Kecuali yang ditusukkan di atas tombak.) Berbagai dinasti muncul dan berganti. Xia, Shang...

“Jadi Yin aja deh, kami kan baru pindah ibukota lagi sekitar akhir 1300 SM,” ujar Kaisar Shang.

Oke. Xia, Yin, Zhou...

“Setelah pikir-pikir lagi, dinasti itu ide yang buruk. Kayaknya mendingan kita masing-masing bikin negara kecil saja,” ujar seseorang yang akhirnya menjadi raja (tentu saja!).

“Ngomong-ngomong, setelah terbentuk sekitar 1000 kerajaan kecil seperti ini, apa yang akan kita lakukan?” tanya satu raja lain.

“Berlomba siapa yang akan bisa mempersatukan semuanya?” usul seorang lagi.

“Hmm,” pikir 997 raja sisanya. “Berarti ada 499.500 kemungkinan konflik antarbatas wilayah. Bayangkan berapa jumlah kepala yang akan berguling.” Mereka menatap satu sama lain. “Ide keren!”

Kilas maju, dan kita dapatkan kekaisaran Wu di Asia Timur.

Di Eropa Barat, Romawi melakukan hal serupa dengan menyerang negara-negara tetangga. Tapi ditambah dengan kegilaan akut dan kelainan seksual.

“Kalau semua orang Romawi melakukannya, bukan kelainan dong,” bela Caligula. “Seharusnya disebut kebiasaan seksual.”

“Selagi kalian sibuk berpesta pora, kami akan menyebarkan sang jalan,” ujar sebelas orang pengikut Yesuah.

“Hei, sudah tahun 540-an!” seru orang-orang Bulgar. “Saatnya menyerang Romawi!”

“Jangan lupakan kami,” sambung wabah pes.

Eropa pun terperosok dalam kemiskinan dan kebodohan. Cina bangkit kembali dengan Dinasti Tang.

“Kedengarannya bagus untuk jadi nama produk minuman jeruk instan,” angguk sang Kaisar.

Tapi mereka akan segera terkejut oleh kedatangan pengunjung dari arah yang tak disangka-sangka...

Dan jilid II pun berakhir.

“Keren! Baru kali ini aku baca buku sejarah yang ada cliffhanger,” ucap Sang Pembaca.

Monday, January 8, 2007

Kartun Riwayat Peradaban Jilid I

Nonfiksi (terjemahan--komik)
Kartun Riwayat Peradaban Jilid I, Bab 1-7 Dari Ledakan Besar Hingga Alexander Agung
Pengarang: Larry Gonick
Judul asli: The Cartoon History of the Universe, Volumes 1-7
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia


Alam semesta mulai dengan sebuah LEDAKAN BESAR. Kilas maju ke berjuta-juta tahun kemudian, muncullah kehidupan di bumi. Namun, tidak ada yang benar-benar menonjol hingga terbentuk kehidupan tingkat tinggi, yang juga memunculkan salah satu hal penting yang akan bertahan hingga kini: Seks.

Hingga akhirnya, dunia dikuasai dinosaurus.

“Horeee!” seru para dinosaurus.

Sebelum akhirnya pada 70 juta tahun yang lalu--tanpa alasan yang jelas--mereka semua mati.

“Sial,” umpat para dinosaurus.

Mulailah zaman mamalia.

“Horeee!” seru para mamalia.

Dan muncullah mamalia jenis baru seperti monyet. Bedanya, mereka berlari tegak, di atas dua kaki.

“Lantas, buat apa tangan kita?” ujar para kera kreatif ini.

“Kita bisa membuat perkakas,” usul seseorang di antara mereka.

“Yah, boleh, lah,” angguk yang lain.

“Kita bisa menggunakan senjata untuk membela diri!” usulnya lagi.

“Yah, boleh, lah,” angguk yang lain.

“Kita bisa mengupil!” ujarnya kemudian.

“Kau jenius!” sorak yang lain.

Dan itulah yang melandasi tiga dasar kecenderungan manusia: berinovasi, agresi, dan mengurus berbagai kebutuhan asasi.

Maju kembali berjuta-juta tahun, hingga para manusia sudah begitu maju.

“Mari menetap dan berkembang biak!” usul satu pemimpin.

Para pengikut pun melakukannya.

“Mari membuat peradaban!” seru beberapa pemimpin.

Para pengikut pun menurutinya.

“Mari mengatasi ledakan populasi dan perbedaan budaya dengan memaksakan peradaban kita kepada suku lain!” perintah hampir semua pemimpin suku.

Darah tumpah ruah. Kepala bergelimpangan. Bagian sejarah inilah yang terus berulang.

“Nggak selalu karena pemaksaan peradaban, lah,” bantah Aristoteles. “Bisa juga karena alasan agung lainnya.”

“Seperti tidak diangkatnya seorang filsuf ambisius untuk menggantikan gurunya yang meninggal sebagai kepala akademi?” tanya Larry Gonick.

“Tentu saja,” gerutu Aristoteles sambil mendoktrin Alexander untuk menaklukkan dunia.

Thursday, January 4, 2007

Rich Dad, Poor Dad


Non(?)Fiksi
Judul: Rich Dad, Poor Dad -- What the Rich Teach Their Kids about Money that the Poor and the Middle Class Do Not!
Penulis: Robert T. Kiyosaki
Penerbit: Warner Business Books


"Aku akan memulai ceritaku menjadi kaya dengan moral terpenting," ujar Kiyosaki. "Aku memiliki dua ayah: Ayah kandungku yang Miskin adalah seorang pegawai dan berhutang hingga meninggal. Ayah temanku yang Kaya adalah pengusaha yang sukses. Tahu kan mana yang perlu kamu tiru?"

"Bisa minta petunjuk lagi?" tanya Sang Pembaca.

"Ayah kandungku yang Miskin seorang PhD tapi tak berpenghasilan setelah dipecat. Ayah temanku yang Kaya tidak lulus SMP tapi uang mengalir terus dari arus kasnya. Plus, ia bisa memecat orang," lanjut Kiyosaki. "Mengerti sekarang?"

Sang Pembaca menggaruk-garuk kening, "Jangan hormati orangtua dan jangan sekolah?"

"Bukan, bukan!" sergah Kiyosaki. "Gini aja deh, ada empat kuadran: Employee, Self-Employed, Businessman, dan Investor. Kamu nggak akan bebas finansial kalau masih berkutat di kuadran E dan S. Pindahlah ke B atau I."

"Oke, itu nasihat yang bagus," angguk Sang Pembaca. "Caranya?"

"Aku akan memberikan contoh cara dari saat aku kecil," ucap Kiyosaki.

Dan ia bercerita berbagai pengalamannya.

"Bukannya itu ilegal?" tanya Sang Pembaca.

"Yang penting niatnya! Tekadnya! Bebas finansial! Ayo eja bersama saya! B-E-B-A-S," ajak Kiyosaki.

"H-U-K-U-M," lanjut Sang Pembaca.

"Bukan! Bukan!" tukas Kiyosaki dengan kesal. "Gini aja deh, apa pun caranya, yang penting kamu bisa membedakan mana aset dan mana liabilitas. Semua hak milik yang menghasilkan uang adalah aset, seperti saham. Sebaliknya, yang memboroskan uang adalah liabilitas, seperti mobil atau rumah."

"Rumah bukan aset?"

"Bukan! Bukan!" potong Kiyosaki. "Gimana sih? Kalau kau pake sendiri kan harus bayar pajak, pemeliharaan, dan lain-lain. Itu biaya. Kalau kau mengolah properti ril estat seperti yang kucontohkan ini, baru jadi aset."

Sang Pembaca memicingkan mata, "Itu nggak bisa dilakukan di Indonesia."

"Nggak masalah! Yang penting tekad!" seru Kiyosaki. "Oh, ya, ngomong-ngomong aku sudah mengubah rekomendasiku dalam buku ini. Tadinya kutulis kalau MLM bukan cara yang baik mencapai kebebasan finansial. Tapi setelah kupertimbangkan ulang, kutulis jadi bisa. Bahkan salah satu cara yang baik, malah!"

"Karena anggota MLM di seluruh dunia ada ratusan juta dan kalau buku ini bisa jadi injilnya MLM seperti The Magic of Thinking Big, kau akan makin untung?" tanya Sang Pembaca.

"Bukan! Bu--oh, ya, kau benar." Kiyosaki mendehem. "Tapi yang penting tekad! Semangat!"

"Betul juga," angguk Sang Pembaca. "Setelah membaca buku ini, semangatku meluap untuk menggapai kebebasan finansial! Aku siap melakukannya! Aku akan segera bangkit dan melakuka--hmm, melakukan apa, ya? Aku belum tahu harus melakukan apa. Hei! Apa yang harus kulakukan?"

"Maaf, kita sudah sampai di akhir buku," ujar Kiyosaki sambil tersenyum. "Coba cari jawabannya di bukuku yang lain."